Selasa, 05 Desember 2017

5 Kiat Menjalin Hubungan Wartawan & Humas

Image result for Seorang Public Relations

konsultan pr di indonesia - Hubungan antara pejabat (praktisi) hubungan masyarakat (humas) dengan wartawan (umum juga dimaksud pers), seperti hubungan dua orang rekan atau partner yang sama-sama memerlukan. Hubungan ke-2 orang yang berpartner itu berbentuk simbiosis mutualisme (sama-sama memerlukan). Hubungan mereka sama-sama tergantung (interdependen).

Mereka betul-betul sama-sama memerlukan. Dengan hal tersebut, tidak satu pihak pun yang bisa berasumsi dianya lebih tinggi dan penting dari pada mitranya. Tempat ke-2 partner itu sama dengan (sama tinggi, sama rendah), tetapi peranan atau peranan, motif dan maksud aktivitas semasing sama-sama berlainan.

Humas di lingkungan instansi pemerintahan daerah, baik instansi eksekutif ataupun legislatif (DPRD), bekerja atas nama dan untuk rakyat atau orang-orang daerah setempat. Mereka bekerja berdasar pada mandat orang-orang. Oleh karenanya, mereka yang bekerja di pemda dan DPRD harus melakukan isi mandate orang-orang yang diembankan ke atas pundak mereka. Mereka harus melayani dan penuhi keperluan orang-orang atau menolong orang-orang dalam pemenuhan keperluan orang-orang yang pasti sangat bermacam.

Demikian juga perihal dengan wartawan. Mereka bekerja berdasar pada mandat orang-orang. Ada dua hal pokok isi mandat orang-orang yang diembankan pada instansi pers, yang diaktualisasikan wartawan, yaitu hak tahu dan hak memberitahu. Wartawan harus wujudkan isi ke-2 hak orang-orang itu.

Nah, salah satu sumber atau narasumber yang sangat penting sebagai partner kerja wartawan pastinya humas pemda dan humas DPRD. Untuk wujudkan hak tahu orang-orang, wartawan harus telaten dan gigih mencari sebagian kenyataan (info) penting yang diperlukan orang-orang di daerah yang berkaitan.

Agar ini dapat diwujudkan wartawan, humas jadi mitranya harus senantiasa siap menjawab pertanyaan dan penuhi keinginan wartawan juga akan sebagian kenyataan penting yang berhubungan dengan kebutuhan orang-orang daerah, yang tentu sangat beragam.

Ini bermakna humas dan wartawan sebenarnya sama, yaitu keduanya sama abdi (pelayan) orang-orang. Bedanya, humas yang biasanya berstatus PNS, pastilah digaji negara melalui instansi pemerintahan, sedang wartawan yang biasanya berstatus pegawai swasta, pastinya digaji perusahaan dimana mereka bekerja.

Walau status dan type instansinya berlainan, tetapi ke-2 partner ini harus betul-betul dapat bekerja bersama dengan baik dalam tempat dan sikap sama-sama menghormati dan menghormati partner semasing.

5 KIAT PENTING

Nah, agar hubungan kemitraan ini dapat jalan dengan baik dan maksud mereka dapat diwujudkan dengan maksimal, yaitu melayani dan penuhi keperluan orang-orang dengan sebaik-baiknya, maka ada banyak hal yang sangat penting dilakukan setiap petinggi atau praktisi humas di lingkungan pemda dan DPRD di Tanah Air.

Pertama, hubungan humas dengan wartawan berbentuk profesional. Terkecuali melayani orang-orang, humas harus melayani wartawan dengan profesional. Humas janganlah berhubungan terlalu mesra dengan wartawan. Ke-2 belah pihak, terlebih orang-orang yang mereka layani, tentu rugi apabila tidak ada jarak yang cocok pada humas dengan wartawan.

Jadi contoh, dua sejoli yang sama-sama merapatkan muka (baca : berciuman) pastinya tidak dapat lihat muka pasangannya dengan jeli karena jarak pandangnya tidak cocok. Mata tidak/kurang digunakan, yang berperan hanya perasaan (emosi). Celakanya, apabila suatu ketika personel humas berselisih atau berkelahi dengan partner mesranya (wartawan). Maka karena buruknya tidak saja merugikan ke-2 belah pihak, tapi terutama (wartawan). Hubungan ke-2 belah pihak harus sehat, terhormat, dan bermartabat. merugikan orang-orang yang mereka layani, di samping pasti merugikan instansi semasing.

Lihat juga : konsultan public relations

Tanpa ada kurangi hubungan mesra, humas harus selalu berinisiatif melindungi jarak yang cocok dengan partner sejajarnya Di mata wartawan humas harus berwibawa, wibawa yang alamiah, bukanlah ok berwibawa atau wibawa yang mengada-ada agar disegani wartawan. Humas yang profesional pastinya cerdas, berpengetahuan sangat luas (terpelajar), disiplin, dan betul-betul kuasai bagian pekerjaannya. Ia juga mampu menganalisis dengan tajam setiap berita di mass media yang menyangkut daerah, lembaga, dan beberapa petinggi pemda/DPRD yang berkaitan. Dengan hal tersebut, humas dapat memberi input yang baik pada beberapa pengambil ketentuan di lembaga dimana ia bekerja. Humas yang betul-betul dapat bekerja dengan profesional, termasuk melindungi jarak yang cocok dengan mitranya, pastinya dhormati, disegani, dan dipercayai wartawan.

Ke-2, humas harus ketahui seluk-beluk dunia wartawan atau jurnalisme, termasuk irama kerja wartawan di setiap type mass media dan peranan mass media. Ini bermakna humas harus tahu nilai-nilai berita, tenggat waktu laporan wartawan, peta mass media baik di tingkat daerah ataupun di tingkat nasional, Kode Etik Jurnalistik, Kode Etik (Dasar Tingkah laku) Penyiaran, Undang-undang No. 40/1999 mengenai Pers, Undang-undang No. 32/2002 mengenai penyiaran, kekuasaan atau kemampuan mass media, visi dan missi mass media yang mengedar/beroperasi di wilayahnya, dsb.

Ke-3, humas harus juga/perlu memiliki kekuatan praktek jurnalisme, yaitu meliput, wawancara, memphoto, menulis berita segera, berita ciri khas (fitur news), dan artikel opini. Terkecuali memperkaya pengetahuan dan praktik melalui bacaan dan kursus jurnalisme, humas juga perlu sesekali magang di mass media, terlebih di mass media besar.

Ke-4, humas harus dapat mengetahui wartawan dan redaktur dengan personal. Ini sangat penting, agar humas dapat berkomunikasi dengan efisien dengan mitranya. Humas harus tahu tingkat/type komunikasi yang umum dipakai wartawan yang tengah bicara dengannya. Sesuai latar belakang budaya daerah dan tingkat pendidikan, setiap wartawan pastinya memiliki style berkomunikasi semasing. Ada wartawan yang umum mengaplikasikan komunikasi konteks rendah (menyebutkan suatu hal dengan halus atau " berputar ", tidak segera ke maksud). Tapi ada juga wartawan yang umum mengaplikasikan komunikasi konteks tinggi (bicara blak-blakan atau berterus terang, segera ke maksud).

Humas harus dapat berbahasa dengan baik sesuai bhs dan tingkat
bhs (abstraksi) wartawan yang tengah dihadapi. Humas perlu tahu juga kisah hidup wartawan yang umum atau teratur meliput di lingkungan kerja pemda dan DPRD, misalnya tanggal lahir/perkawinan. Humas juga perlu memperhatikan ulang th. mass media yang mengedar/beroperasi di daerahnya. Dengan hal tersebut, humas dapat merajut hubungan insani (human relations) dengan efisien dengan mitranya.

Ke-5, humas janganlah berlaku diskriminatif pada wartawan/mass media. Semua wartawan profesional (muda atau tua, kaya atau miskin, berpenampilan bagus atau " kumuh ") dan mass media (besar atau kecil, lokal atau nasional, baru atau lama, partisan atau berdiri sendiri) harus diperlakukan dengan adil (tak ada " anak emas " dan " anak tiri "). Hal terutama, humas harus melayani hanya wartawan yang betul-betul wartawan. Humas tidak perlu melayani, terlebih " memiara " wartawan " CNN " (hanya nanya-nanya) dengan kata lain wartawan yang tidak memiliki mass media.

Yang disebut melayani di sini yaitu memberi sebagian kenyataan
atau info penting yang diperlukan oleh khalayak mass media dimana wartawan yang berkaitan bekerja. Ini bermakna humas tidak bisa mengakibatkan kerusakan idealisme atau profesi wartawan dengan memberi uang atau yang semacamnya.

Humas sekalipun tidak punyai urusan dengan pemenuhan kesejahteraan wartawan. Ini yaitu masalah pihak manajemen perusahaan mass media dimana wartawan itu bekerja.

Berikut strategi utama humas hadapi wartawan (pers). Apabila ke-5 hal pokok ini dapat diwujudkan dengan baik, pasti humas mampu bekerja dengan efisien dan efektif dalam melayani orang-orang khusuanya di lokasi Jawa barat. Selamat bekerja dengan profesional!

0 komentar:

Posting Komentar